kumpulan cerita ibu rumah tangga

Minggu, 30 Agustus 2015

Bicara Tentang Gengsi

Sumber
Bicara tentang gengsi dimana setiap orang pasti memilikinya. Rasa gengsi itu ada karena kita memiliki harga diri dan keegoisan untuk selalu dihargai oleh orang lain. Wajar sie ya kalau kita memiliki rasa gengsi ini, apalagi kaun hawa seperti kita ini =D Namun rasa gengsi itu akan berubah menjadi hal yang justru menjatuhkan harga diri kita sendiri dan tentu saja bisa menyusahkan hidup kita juga.

Mohon maaf sebelumnya bila ada yang tersinggung dengan apa yang saya sampaikan ini, saya hanya ingin sharing dengan tema gengsi ini, saya hanya ingin bertukar cerita bahwa tidak mengapa kita memiliki rasa gengsi, namun alangkah lebih baiknya bila kita mampu untuk menyimpan dan mengesampingkan rasa gengsi tersebut, khususnya untuk saat-saat tertentu dan pada suatu situasi atau kondisi yang kurang menyenangkan.

Bila saya ingin meneguhkan perasaan gengsi ini mungkin saya tidak akan memiliki banyak ilmu dan pengalaman yang berharga. Bila saya ingin bergengsi-gengsian dengan kehidupan sosial yang kekinian, mungkin saya tidak akan pernah belajar bagaimana caranya menghargai perjuangan dan kerja keras. Dan bila saya ingin terus-menerus memelihara rasa gengsi ini, waduh... mungkin bisa chaos kehidupan saya =) Mungkin seperti itu juga yang ibu-ibu, emak-emak, bunda-bunda, mama-mama, mami-mami rasakan.

Saya memang lulusan Sarjana Teknik, spesialis jurusan Pemograman dan memiliki keahlian di bidang desain grafis, namun saya lebih memilih untuk menjalankan usaha percetakan kecil-kecilan milik suami. Saya lebih memilih untuk di rumah dan berkreasi dengan tumpukan kertas atau berkutat dengan pesanan percetakan. Bukan karena saya tidak menghargai usaha orang tua yang capek-capek menyekolahkan anaknya hingga mendapatkan gelar, pun bukan bula karena saya ingin menyombongkan diri dengan gelar tersebut. Pilihan ini saya ambil karena banyak pertimbangan dan terkait dengan apa tujuan saya menikah.

Pada dasarnya suami tidak melarang saya untuk bekerja sebagai wanita karir lagi, namun ya itu tadi, kembali lagi, untuk apa sih sebenarnya kita ini menikah? Untuk menyelamatkan gengsi dari hujatan atau cibiran orang-orang karena kita akan menjadi "perawan tua". Oh tentu saja tidak, esensi sebenarnya dari pernikahan bukanlah itu. Lantas, mengapa saya bisa menurunkan standard (gengsi) dengan hanya menjadi ibu rumah tangga saja? Itu semua karena proses pembelajaran, karena saya sadar bahwa hidup itu tidak melulu terkait dengan materi atau status sosial. Ah maafkan saya ya bila saya terkesan menggurui.... 

Jujur saya akui, terkadang rasa gengsi itu menyeruak dan menusuk seolah-olah ingin memporak-porandakan prinsip hidup yang telah saya anut. Saya selalu berperang dengan rasa gengsi itu, "Ah, malu juga ya masak sarjana hanya bisa membuat buku tamu atau undangan saja". "Ah, kalau saya bekerja di perusahaan mungkin saya bisa membeli ini dan itu". Ah itu semua hanya keinginan nafsu saya sendiri yang masih ingin mempertahankan gengsi tadi =D

Jadi, intinya, kalau ingin hidup kita lebih bermakna maka relakanlah untuk menurunkan standard gengsi kita itu =D Kalau mempertahankan gengsi wah bisa-bisa hidup kita ibarat pepatah, "besar pasak dari pada tiang". Dan yang lebih mengerikan lagi, jangan sampai hanya karena gengsi kita memiliki hutang dimana-mana dan dikejar-kejar debt debitor. Na'udubillah...


-300815-

2 komentar:

  1. Kadang pilihan menjadi wanita karier itu bukan karena gengsi, tapi berat badan yang tiba-tiba naik drastis sehingga perlu kegiatan agar tidak semakin melebar :D

    BalasHapus
  2. Hahaha.... alasan yang sangat realistis mb :D
    Terima kasih sudah mampir :)

    BalasHapus